BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Sabtu, 15 Agustus 2009

PHONE

Aku tergeletak. Hampir sekarat. Entahlah, ragaku mungkin sudah mulai menua.
Sejak ‘hari itu’, aku lebih bisa mengontrol diri.
Aku tidak terlalu disibukkan dengan suara dan pesan yang melintasi tubuhku.
Suara yang sama. Pesan yang berulang. Dan selalu ada cerita yang tak terlupakan.

Di malam hari pun, aku kembali bisa berisitirahat dengan tenang. Tak ada lagi dia bercerita dengan dia yang lain. Tak perlu lagi tubuhku dialiri listrik sepanjang malam hingga menunggu dia membuka mata dan mencabutinya dari tubuhku.

Sejak hari itu, semua (tampak) kembali tenang.
Tenang di masa tuaku.
Tapi mungkin, tidak seperti yang dia rasakan.
Masih ada dua folder di dalam memoriku. Bahkan, di dalam memorinya pun masih tersimpan berjuta-juta karakter yang nantinya membentuk sebuah cerita: LAMPAU.
Entahlah, mengapa folder itu masih tersimpan padahal ‘hari itu’ pun telah terjadi di beberapa waktu yang lalu. Lebih dari seratus pesan dan lebih dari seratus karakter tersimpan dalam memoriku. Tak dapat kubayangkan jika folder itu hilang sebelum dia menyalinnya di tempat yang lain. Dia pasti semakin tak tenang.

Malam ini: Aku tergeletak. Hampir sekarat. Entahlah, ragaku mungkin sudah mulai menua.

Dia mulai menggenggam tanganku. Perhatiannya tak penuh pada diriku. Dia juga menonton televisi. Semua persis seperti malam-malam sebelumnya. Tapi, bukan seperti malam-malam sebelum ‘hari itu’.

Jarinya mulai menari di atas tubuhku yang sudah seperti barang rongsokkan ini. Bukan; dia bukan ingin membalas pesan yang terakhir masuk. Dia cuman ingin memasukki dunia maya sejenak. Mungkin, karena ia sudah bosan dengan dunia nyata-nya. Atau, mungkin hanya di dalam dunia maya sajalah dia dapat merasakan hidup. Sekedar mengetik beberapa karakter untuk status barunya di jejaring sosial. Rangkaian karakter yang sebenarnya untuk memotivasi dirinya juga. Memaksakkan diriku yang sudah menua ini mengikuti dinamika ke-online-an internet dan memaksakkan dirinya sendiri untuk tetap berusaha termotivasi atas kata-katanya sendiri.

Malam ini: Malam kesekian di mana dia tak bernafsu membalas setiap pesan yang masuk.

Malam ini: Malam kesekian di mana dia pun tak bernafsu untuk mengetik dan berkirim pesan kepada dia yang lain terlebih dahulu. Dia lebih senang menunggu dikirimi pesan. Dia lebih senang menunggu waktu yang tepat untuk membalas kembali. Mungkin, setelah ada dua pesan yang menumpuk. Atau, mungkin menunggu lebih banyak lagi…

Malam ini: Malam kesekian di mana aku akan bertambah sekarat setiap setelah dia memuaskan dirinya untuk berkeliaran di dalam dunia maya-nya. Aku semakin melemah dan kembali pula tubuhku dialiri listrik berjam-jam. Panas.

Malam ini: Malam kesekian di mana dia hanya berkirim pesan kepada masa lalunya lewat doa. Bukan lagi lewat sistem dalam tubuhku. Aku mendengarnya jelas walaupun tak ada sejumlah karakter yang terlintas dalam pandanganku malam ini. Aku mendengar jelas, walau aku sedang sekarat. Sejak ‘hari itu’, sudah terhitung, dia telah mengirimkan berjuta karakter dalam doanya: “Tuhan, semoga dia bahagia besamanya selamanya…”

Malam ini: Malam kesekian di mana aku akan bertambah sekarat. Aku semakin melemah dan kembali pula tubuhku dialiri listrik berjam-jam. Panas. Tergeletak di sampingnya. Masih mendengarkannya berkirim pesan kepada yang lebih Empunya Segalanya. Berkirim pesan tanpa harus melewati diriku. Malam ini, malam kesekian di mana aku merasakan tetesan air matanya…

0 komentar: