BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Senin, 04 Mei 2009

perempuan naif dan munafik menangis kepada dunia dan berteriak kepada laki-laki Share

Lingga. Gadis kecil yang masih berumur 14 tahun itu sedang duduk termenung di pinggir trotoar. Entahlah, apa yang sedang ia lakukan saat itu. Kita mungkin tak perlu tahu karena kita mungkin tak pernah mau tahu. Tiba-tiba ia menyadari adanya selembar kertas yang dilipat di sampingnya. Karena rasa ingin tahunya yang amat sangat besar, maka ia mengambil kertas itu dan membuka lipatannya satu per satu. Itu sebuah surat. Semakin bersemangadhlah ia mencari tahu tentang isi surat itu…

Kepada dunia…
Aku menangis atas diriku dan kaumku..

Entahlah mengapa aku begitu sedih, risau, galau, takut, resah, atau apalah namanya itu… yang jelas, hatikuw seperti tergores perlahan-lahan oleh karena sebilah bambu runcing… Ya, karena hanya laki-laki di negeriku lah yang menggunakan bambu runcing sebagai senjata untuk mempertahankan hidupnya...

Tapi dunia, apakah kau tahu apa yang aku rasakan saat ini?

Aku merisaukan aku dan kaumku.

Tapi, entahlah apa kaumku merisaukan diri mereka sendiri.

Tapi, entahlah apa justru kaumku yang malah merisaukan diriku.

Aku risau akan mereka yang tanpa ragu bersetubuh dengan indahnya.

Mereka yang tak pikir untuk mempertunjukkan tubuh mereka bak etalase berjalan.

Mereka yang terlalu asik membiarkan ular masuk menggeliat ke dalam tubuhnya.

Tapi, apakah ini karena mereka yang lemah?

Apakah ini karena mereka merasa terdominasi oleh pihak yang mendominasi?

Mungkin, mereka kadang berlagak kuat…

Mereka berteriak: “hey, kamu laki-laki! Jangan suka mempermainkan aku!”

Tapi, aku tahu bahwa mereka memang suka dipermainkan…

Mereka berteriak: “hey, kamu laki-laki! Jangan suka membohongi aku!”

Tapi, aku tahu bahwa mereka memang suka dibohongi…

Mereka berteriak: “hey, kamu laki-laki! Jangan suka menghujankan kata-kata gombal kepadaku!”

Tapi, aku tahu bahwa mereka memang suka dihujani kata-kata gombal hingga mereka pun terlelap dalam sebuah mimpi yang (mereka anggap) indah…

Aku tahu bagaimana pun bejatnya laki-laki itu, tetap saja dia akan dicintai sepenuh jiwa oleh mereka…

Hai, dunia…
Aku menangis bukan kepada Tuhan.
Karna ada orang yang tak percaya bahwa mereka hidup dan tinggal dalam Tuhan.
Tapi, setidaknya… semua orang pasti hidup dan tinggal di dunia ini.

Dunia, katakan padaku…
Apalah perbedaan antara dua kata ini: “perempuan” dan “wanita”
Apalah bedanya??!
Jika nyatanya, perempuan tidak lebih baik dari wanita…
Aku pikir, itu hanyalah sebuah pemaknaan yang hanya menjadi topeng atas realita.

Dunia, katakan padaku…
Apakah salah jika kaumku menjadi sosok yang lebih jantan di atas mereka yang memilki kejantanan itu?

Dunia, katakan padaku…
Apakah yang terjadi saat ini?
Inikah yang disebut dengan perubahan?
Waktu berubah.
Fase hidup pun berubah.
Perubahan di mana harga diri dan moral diobral murah begitu saja.
Perubahan di mana manusia semakin mendehumanisasikan manusia yang lain.

Dunia, maafkanlah aku…
Aku hanyalah seonggok manusia yang naïf dan munafik.
Aku terlalu naïf hidup dalam duniamu saat ini.
Aku terlalu munafik untuk menikmati kenyataan dalam hidup ini.
Aku sudah tak sanggup lagi untuk menyelamatkan anak cucuku dari manusia-manusia jahanam yang merusak kaumku.
Manusia-manusia laknat yang seperti anjing yang kelaparan.
Air liurnya pun tanpa henti-hentinya menetes perlahan-lahan disekujur tubuh yang telah disajikan secara cuma-cuma.
Sungguh seperti binatang yang nafsu melihat seonggok daging segar di depan matanya…
Dan manusia memang adalah binatang…

Dunia, maafkanlah aku…
Maafkanlah aku yang harus meninggalkanmu karena aku terlalu ngeri melihat apa yang akan terjadi di depan sana; yang lebih busuk daripada ini…
Maafkanlah aku yang tak mau menjaga anak cucuku nanti dari kebangsatan ini…
Maafkanlah…
Aku mati saja…
Biarkan narasi kebencianku ini tinggal di dalam otak anak cucuku nanti…
Biar mereka sadar bahwa mereka bukanlah orang yang suka didiskon dan diobral sesuka hatinya…
Biar mereka sadar bahwa mereka hidup bukan hanya sebagai etalase berjalan demi merangsang air liur-air liur para binatang yang jelas-jelas itu sangat menjijikkan..
Biarlah mereka sadar…
Dan kalaupun mereka tak bisa sadar…
Berarti mereka telah hidup di bawah alam sadar…

Anakku…
Cucuku…
Dan segala keturunannya…
Berjuanglah…
Jangan seperti diriku yang menyerah atas realita, dan lebih memilih untuk mati…
Berjuanglah…
Biarkan realita itu hadir dalam hidupmu, dan biarkan hidupmu mempunyai realita sendiri…
Realita yang kau ciptakan sendiri demi membuat hidupmu lebih baik…

Now, you are a girl…
And someday: you will be a woman…

-dari seonggok manusia yang naïf dan munafik-

Lingga kembali melipat kertas itu sesuai dengan bekas lipatan awal. Dengan tangan yang masih merinding, Lingga memasukkan surat itu ke dalam sakunya. Enath mengapa ia malah menyimpan surat itu. mungkin, dia berniat membaca surat itu ketika ia berulang tahun yang ke-17 nantinya. Entahlah, apa yang ingin ia lakukan. Kita mungkin tak perlu tahu karena kita mungkin tak pernah mau tahu.

0 komentar: